Duduk Berdua
Semburat merah jambu atau mungkin hampir menjadi merah tomat, muncul tanpa izin pada pipi Anjani. Ia sibuk mengipas-ngipas pipinya yang memanas ketika ia mereka ulang kejadian kemarin malam, saat bagaimana Keenan dengan perlahan menangkup pipinya dan mendekat pada wajahnya, masih sangat jelas tinggal dalam kepalanya . Pertama kali dalam hidup Anjani merasakan ribuan kupu-kupu menggelitik perutnya.
Anjani melempar diri ke atas kasur king size miliknya dan mulai tersenyum seperti orang gila saat melihat nama Keenan muncul di notifikasi layar handphone-nya. Hanya karena kalimat 'aku jalan ya' mampu membuat jantungnya berdetak terlalu cepat. Walaupun mereka sudah bertemu beberapa kali, baru kali ini perempuan itu merasakan hatinya berdebar seperti jatuh cinta (emang iya sih), ternyata jatuh cinta memang merepotkan, tapi semakin dirasa semakin menyenangkan.
Sadar bahwa Keenan mungkin akan sampai sebentar lagi, Anjani buru-buru menuju kamar mandi dan tidak lupa menghidupkan playlist kesukaan mereka berdua. Ya, mereka mempunyai selera musik yang sama. Bahkan mereka punya playlist bersama yang dibuat jauh sebelum tragedi lost contact terjadi. Untung jadian (ledek authornim).
Hari ini sepertinya menjadi hari paling bahagia dalam hidup Anjani, sejak entah kapan terakhir kali ia benar-benar merasa sebahagia ini, tak sedetikpun senyuman luntur dari wajahnya, tak sedetikpun mulutnya berhenti bersenandung. Ia gunakan pakaian terbaik menurutnya hari ini, ia spray seluruh tubuhnya dengan parfum paling wangi yang ia punya. Bahkan semut yang numpang lewat juga tahu that girl’s definitely so in love.
“Aku udah diluar..” Suara Keenan dari balik telfon membuat Anjani bergerak menuju jendela kacanya untuk mengintip sedikit, dan menemukan laki-lakinya itu juga sedang melihat tepat kearah jendela kamar Anjani. Tempat yang sama dengan perasaan yang berbeda.
Anjani tersenyum kecil, “Sebentar yaa..” ujarnya dan kemudian memutus sambungan telepon.
Sebelum membuka pintu, Anjani merapikan rambutnya yang baru saja selesai ia keringkan dan tidak lupa juga mengoles sedikit liptint rekomendasi dari naura. The best liptint ever.
“Udah dari tadi?” tanya Anjani.
“Dari kamaren…” kalimat Keenan menggantung, “..bentar, kamu sakit? kok pipinya merah banget?” lanjutnya seraya menempelkan punggung tangannya pada pipi Anjani.
Anjani relfek mundur sedikit karena takut detak jantungnya yang sudah seperti berdisko terdengar oleh Keenan, “Eh engga kok, mau masuk, apa mau diluar aja?” ucapnya salah tingkah dan kemudian masuk rumah meninggalkan laki-laki itu.
Sama persis saat pertama kali mereka bertemu dirumah ini, Keenan mengekori Anjani masuk. Bedanya, dulu hanya sebagai dua orang asing atau mungkin hanya sebatas seller dan customer, siapa yang menyangka sekarang mereka bahkan sudah share a kisses for each other.
“Kamu duduk aja disitu” Ujar Anjani sambil menunjuk meja makan saat mereka berdua sampai di dapur.
Keenan hanya menurut dan kemudian duduk dengan tenang, namun matanya tidak bisa lepas dari perempuan yang sudah menjadi miliknya itu. Ia menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi dan memperhatikan setiap gerak-gerik Anjani yang telaten memasak nasi goreng untuk mereka berdua. Muncul dalam hati Keenan keinginan untuk tetap bersama perempuan itu selamanya, apapun yang akan terjadi di masa depan nanti, Anjani akan selalu menjadi tempat untuk hatinya berlabuh.
Anjani yang sibuk membuat nasi goreng itupun seketika menghentikan aktivitasnya saat merasakan sepasang tangan besar melingkar pada pinggangnya.
“Kamu wangi banget, pake parfum apa sih" ucap Keenan tepat pada telinga Anjani.
Anjani yang merasakan hembusan nafas Keenan menyentuh kulitnya dan cukup membuat dirinya merinding, kemudian berdehem untuk menetralisir degup jantungnya, “Ga pake, emang udah wangi dari sananya, ini kalau kamu gini terus, nasi gorengnya bisa gosong, boleh minggir dulu ngga?" jawab Anjani.
“lima menit" Keenan memelas dan mengistirahatkan dagunya pada bahu Anjani.
Mendengar itu, Anjani membiarkan Keenan istirahat pada bahunya dan mengambil kenyamanan disana. Ia kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti tadi namun dengan gerakan yang sedikit diperlambat agar tidak menganggu laki-laki itu.
“Jan..” panggil Keenan dengan suara berat nya.
“Hmm..”
“Aku mau nagih hutang kamu"
Anjani menoleh sedikit dan dahinya berkerut bingung, “Hutang apa? aku pernah minjem duit?” tanyanya heran.
Keenan tersenyum jahil tapi masih dengan mata yang tertutup dan dagu yang masih bertengger di bahu Anjani, “Cium" ujarnya tanpa beban tanpa dosa.
Anjani reflek menyikut perut Keenan cukup keras yang membuat laki-laki itu melepas pelukannya dan mengerang kesakitan. Enak aja, yang tadi malem aja deg-degannya belum hilang, masa mau nambah lagi, yang ada dirinya bisa pingsan saat itu juga, kan gak lucu, batin Anjani.
“Jannn, sakit jannn…” rengek Keenan yang beneran kesakitan sambil memegang perutnya.
“Rasain, udah dibilang duduk aja disana. Bawel" saut Anjani tidak peduli dengan tangan yang kembali sibuk memasak.
Keenan terkekeh, ternyata seru membuat Anjani salah tingkah, pikirnya. Ia mundur selangkah dan duduk ditepian meja makan. Mengambil kesempatan untuk mengabadikan momen dan memotret perempuan yang selalu ada dalam pikirannya itu, berdoa semoga perempuan ini akan selalu menjadi yang ia lihat nanti dirumah mereka.
“Sini aku bantu" ujar Keenan saat melihat Anjani mulai menyendokkan nasi gorengnya ke piring.
“Hati-hati masih panas"
Akhirnya mereka berdua duduk bersebelahan dan mulai menyantap nasi goreng masing-masing dengan tenang. Anjani sesekali melirik Keenan, ingin melihat ekspresi laki-laki itu, memastikan apakah nasi goreng buatannya bisa seenak buatan ibu atau bunda.
“Kok kamu gak ada respon gitu sih?” tanya Anjani karena melihat Keenan hanya diam menyuap nasi gorengnya.
Keenan menoleh heran, “Hah?”
“Kalau ga enak gausah dimakan"
Keenan tertawa melihat ekspresi Anjani yang menurutnya lucu ini, “Enakkkkk sayangggg"
“Kok kamu diem aja?”
“Aku diem tandanya makanannya enak, enakkk bangettt, boleh dibungkus gak ini bawa ke Jakarta?” jawab Keenan sambil mengelus pucuk kepala Anjani lembut.
“Beneran enak?” sebenernya nasi goreng Anjani sudah cukup terkenal enak oleh warga bimbel yang sesekali ia bawakan, tapi entah kenapa ia sangat ingin validasi dari seseorang yang ada disebelahnya saat ini.
“Benerr janiiii"
Anjani tersenyum puas dan memperlihatkan barisan giginya yang rapi, hatinya tenang hanya karena pengakuan kecil yang berdampak besar pada dirinya.
“Lebih yang tadi aku salin ke lunch box, nanti kamu bawa ke Jakarta, mau?” tanya Anjani antusias.
“Iyaaaa, mau. Tapi nanti aja disalinnya, sekarang duduk, habisin dulu sarapan kamu" saut Keenan menahan lengan Anjani yang mau berdiri.
Anjani kembali terduduk. Tangan Keenan yang semula bertengger pada lengan Anjani, kini berubah posisi mengisi sela-sela jari lentik perempuan itu.
“Kok bengong? Habisin dulu sarapannya, ini aku udah habis"
“Eh? udah, udah kenyang"
“Kenyang apaan, kamu makan masih sesuap gitu, masa udah kenyang"
“Iya, tadi aku sempet makan roti sebelum kamu kesini" saut Anjani asal, bagaimana dia bisa makan dengan keadaan hati porak poranda begini.
“bener?”
“iya, paling nanti aku bawa ke bimbel, kadang suka laper lagi sebelum jam makan siang"
Keenan terkekeh, ia memindahkan tangan mereka yang masih bertaut dari pangkuan Anjani ke pangkuannya, mengelus lembut punggung tangan Anjani dan sesekali mengecupnya.
Anjani yang melihat tingkah Keenan hanya bisa menahan nafas berharap ada pasokan oksigen dalam tubuhnya. Setiap yang Keenan lakukan pada dirinya mampu memberikan what does butterfly mean in her stromach.
“Kayanya seru ya jan, nanti kita duduk berdua kaya gini, tapi pemandangannya bukan kursi kosong kaya sekarang”
“Terus apa?”
“Bayangin nanti kita duduk berdua sambil pegangan tangan kaya gini terus nanti didepan kita ada anak-anak yang lagi lahap makan sarapan yang dibikin sama ibunya” ucap Keenan sambil sedikit membayangkan betapa bahagianya ia jika hal itu benar datang dalam hidupnya.
“Anak-anak? Anak-anaknya siapa?”
Keenan menoleh tidak percaya dengan respon Anjani, “Anak-anak kitalahh, masa anak-anak tetangga"
“OOHHH HAHAHA. Emangnya kita bakal sampai kesitu?” goda Anjani.
“Emang kamu ga mau?”
“Mau gak ya?”
“Jannnn..”
Anjani tertawa puas, “Hahhaha, mauu sihhh, tapi apa ga too early ngomongin itu?” ucapnya.
“Kenapa enggak? kan termasuk dalam rencana masa depan..”
“Iyaa, tapi kayanya masih banyak yang harus kita siapin sebelum sampai kesitu, Keenan. Kita bahkan baru mulai, masing-masing kita masih harus belajar satu sama lain. Dalam suatu hubungan ga mungkin ga ada badainya, minimal pasti ada anginlah sedikit, mau sejauh apa kita menghindar, pasti bakal ketemu juga sama itu..” Anjani berhenti untuk mengubah posisinya menghadap Keenan dan mulai mengelus rambut prianya itu dengan tangan kanannya, “Boleh banget kalau kamu mikirin masa depan, tapi jangan buru-buru ya"
“Aku maunya sama kamu aja jan, masa depan aku ya kamu, aku mau kita bahagia berdua, bukan dijalan masing-masing. For the things that will happen in the future, ayo kita sama-sama terus, kamu mau kan?"
Anjani selalu hangat dengan setiap kata yang keluar dari mulut Keenan, segala ketakutan yang ia rasakan, rasanya terkubur jauh dibawah digantikan dengan rasa tenang. Ia melepaskan tautan jarinya dengan Keenan dan beralih mengalungkan lengannya pada leher Keenan dan memeluk laki-laki itu dalam, sedalam perasaannya.
“Aku disini sekarang itu karna aku mau, aku juga maunya sama kamu aja, selamanya. Aku ga pernah bosen untuk bilang makasih sama kamu, makasih ya untuk semuanya. Ayo kita sama-sama terus, aku sayang sama kamu, jangan kemana-mana ya, nan" ucap Anjani yang mampu membuat hati Keenan rasanya ingin memiliki perempuannya ini completely. Tidak akan ia biarkan hal sekecil apapun menganggu kebahagiaan mereka ini.
Keenan membalas pelukan Anjani dan mengusap punggung perempuan itu memberikan rasa percaya disana, “Aku ga akan kemana-mana, jan"
Ada kata amin pada setiap kalimat yang keduanya sampaikan, entah itu terucap secara lisan ataupun hanya terbesit dalam hati masing-masing.
They create their own happiness.