are we friend? or are more?

cheriesaiss
3 min readAug 14, 2023

Anjani menyenderkan punggungnya pada kursi dan menarik nafas dalam. Ia kembali marapal kalimat-kalimat yang tanpa sadar ia kirim kemarin kepada Keenan. Entahlah, semua terjadi begitu saja. Termasuk pertemuannya dengan laki-laki itu.

Anjani menarik laptopnya dan mulai mengetik asal pada laman Microsoft Word yang sudah ia buka sejak tadi. Kepalanya ribut, dan kehilangan fokus.

Banyak tanya yang hadir, namun tidak satupun ia temui jawabannya. Apakah langkah mempertanyakan kejelasan hubungan antara dirinya dan Keenan adalah hal yang tepat, atau justru hal yang seharusnya tidak ia tanyakan. Atau apakah ia terlalu cepat menilai sesuatu?.

“tapi emang harusnya gitu kan", gumam perempuan itu pelan hampir tidak terdengar oleh siapapun termasuk semut yang lewat.

Baru kali ini rasanya Anjani merasa kebingungan yang sangat besar atas isi kepala dan hatinya. Ada rasa takut yang perlahan memaksa masuk kedalam dirinya. Takut dikecewakan dan takut kehilangan.

Sejak umur lima tahun, ketika anak-anak lain menghabiskan masa-masa kecil mereka dengan bermain dan bercanda gurau dengan orang yang disayang, Anjani justru dipaksa keadaan untuk merasakan kehilangan sesosok yang disebut oleh kebanyakan anak perempuan sebagai cinta pertama mereka.

Jujur saja, Anjani bahkan lupa rasanya bagaimana kasih sayang seorang ayah. Bukan karena dikhianati, tapi karena kehilangan disaat usia yang bahkan belum bisa menyimpan memori terlalu kuat. infantile amnesia.

Tidak berhenti disitu saja, ternyata Tuhan masih ingin menguji Anjani dengan rasa kehilangan sesosok lainnya, sesosok yang menjadi penerang hidup Anjani, sesosok yang selalu ada sejak awal Anjani ada didunia ini. Kali ini Tuhan memberikan rasa kehilangan pada Anjani disaat usia yang mengingat sangat jelas memori yang ada. How painful it was.

Sejak saat itu rasa takut kehilangan semakin besar tumbuh dalam diri Anjani. Anjani benci ucapan selamat tinggal, yang terucap maupun tidak.

Menarik benang merah dalam perjalanan hidupnya sampai saat ini, sampai akhirnya takdir mempertemukannya dengan sesosok lain dalam hidupnya, membuat Anjani bertanya pada dirinya sendiri seribu kali, apakah dia akan merasakan kehilangan untuk kesekian kalinya?

Perasaan takut yang muncul tentu saja berdampingan dengan perasaan lain yang ada dalam dirinya. A Feelings that she couldn’t control. A feeling she didn’t know since when she realized that she was hiding it too deep. That she’s in love .

Namun sekarang, berakhir bahkan sebelum memulai, adalah kalimat yang tepat menggambarkan keadaan dirinya saat ini. Jika orang-orang bertanya bagaimana ujung ceritanya, maka Anjani bisa menjawab dengan singkat.

It ends before it begins.

Anjani kembali tersadar dari lamunannya saat mendengar ketukan pintu ruang kerjanya yang ternyata sudah diketuk dari tadi, “iyaa..masuk" ucapanya mempersilahkan.

“kopinya mbak hehe…"

“kayanya lagi fokus banget toh mbak jani, saya ngetuk dari tadi sampe ga kedengaran ya"

“aduh maaf ya mbak, lagi ngerjain arsip soalnya, thanks ya kopinya" ujar Anjani bohong.

“yaudah saya pergi dulu kalo gitu ya mbak, jangan kerja mulu mbak jani, sekali-kali healing hehe" dibalas dengan anggukan dan senyuman tipis khas seorang Anjani.

Anjani terkekeh malu saat menyadari bahwa ada harapan lain yang muncul dalam hatinya. Berharap orang yang mengetuk pintu dan masuk adalah orang yang sedang ada dipikirannya saat ini. Tapi sayangnya ini kehidupan nyata bukan serial drama Korea.

Anjani kembali mengambil fokus dan mulai mengerjakan kerjaan yang sudah dia diamkan sejak tadi, berharap semua akan berlalu dan terlupakan.

--

--

cheriesaiss
cheriesaiss

Written by cheriesaiss

0 Followers

she's constanly stepping outside of her comfort zone

No responses yet